Batang – teraspanturanews.com Penggalian sejarah berdirinya Kadipaten atau Kabupaten Batang sejak masa Kasultanan Mataram Islam di bawah pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo, terus diintensifkan Paguyuban Masyarakat Batang (PMB). Niat baik itu, mendapat dukungan penuh dari Sultan Ngayogyakarta Hadiningrat sekaligus Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X, dengan memberikan mandat langsung kepada Sejarawan UGM, Profesor Sri Margana untuk membukukan sejarah Kabupaten Batang.
Penggalian sejarah tersebut merupakan tindak lanjut setelah kunjungan Bupati Batang M. Faiz Kurniawan bersama Pembina Paguyuban Masyarakat Batang, Letjen Mar (Purn) Suhartono kepada Ngarso Dalem beberapa waktu lalu.
Beberapa situs bersejarah yang erat kaitannya dengan Kasultanan Mataram Islam, dikunjungi Sri Margana mulai dari Makam Astana Pasekaran, Kawasan Pecinan, Komplek Pemakaman Tionghoa di Karangasem Utara.
Di sisi lain, Ketua DPD PMB Batang Sukirman pun mengapresiasi atas dukungan Ngarso Dalem, karena akhirnya mengetahui Pelabuhan Batang merupakan pelabuhan terbesar bagi Kasultanan Mataram Islam.
“Kami mewakili masyarakat Batang, mengharapkan agar lewat penggalian sejarah ini bisa membantu terwujudnya buku “Babad Batang”. Tujuannya agar generasi muda bisa mengerti apa saja yang telah dilahirkan dari hasil cipta rasa dan karsa para leluhur pendiri Kabupaten Batang,” katanya, saat ditemui di kediamannya, Desa Ponowareng, Kecamatan Tulis, Kabupaten Batang, Minggu (19/10/2025).
Tujuan PMB melakukan penggalian sejarah secara mendalam, tidak lain hanya demi mencari kebenaran dan menggali segala sesuatu yang telah ada sejak para leluhur mendirikan Batang.
“Kita ambil hikmahnya dan menghormatinya, itu dulu yang terpenting,” tegasnya.
Pembina PMB Letjen Mar (Purn) Suhartono membenarkan, Pelabuhan Batang merupakan tempat strategis sejak era pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo, untuk dijadikan akses penyerbuan ke VOC di Batavia, tahun 1628. Pendapat itu diperkuat dengan data primer maupun sekunder, dengan melakukan penelusuran yang membuktikan Kabupaten Batang merupakan “Kota Tua”, bukan sekadar kota yang lahir dari tahun 1966.
“Kita telusuri jejak sejarah, tahun berapa Batang itu lahir, dan perlu bukti sejarah, bukan berdasarkan “katanya”,” ungkapnya.
Jenderal Suhartono tak menampik jika suatu saat tahun kelahiran Kabupaten Batang akan dikembalikan sesuai catatan sejarah, bukanlah suatu yang mustahil.
“Misalnya ditemukan catatan sejarah di tahun 1614 telah diresmikan Kadipaten Batang oleh pemangku kebijakan di era Mataram Islam, kenapa tidak,” jelasnya.
Dan kalau 8 April 1966 mau diperingati pun tidak mengapa, karena merupakan peringatan kembalinya Kabupaten Batang dari Kabupaten Pekalongan. Menyikapi kunjungannya ke sejumlah situs bersejarah di Batang, Sejarawan UGM, Dr. Sri Margana masih tetap membutuhkan data dukung yang lebih lengkap, karena proses penggalian saat ini baru tahap awal.
“Ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk menulis buku Babad Batang, maka saran saya, penulisan dilakukan secara berjilid. Mulai masa Klasik, Islam, VOC, penjajahan Belanda, masa Jepang, hingga kemerdekaan,” ujar dia. (AS Saeful Husna Kabiro Batang, Jateng)
Salam Teras Pantura