Oleh: AS Saeful Husna
Untuk teraspanturanews.com
Pada tanggal 9 Maret, hari kelahiran Wage Rudolf Soepratman, penggubah lagu kebangsaan Indonesia Raya, kita merenung pada betapa pentingnya warisan sejarah yang ia tinggalkan. Soepratman, selain sebagai komponis terkemuka, juga dikenal sebagai guru, wartawan, dan pemain biola di Black and White Jazz Band di masa Hindia Belanda.
Tempat kelahirannya, sebuah rumah sederhana di desa Somongari, Purworejo, yang kini menjadi tempat ziarah, adalah saksi bisu perjalanan hidupnya. Rumah kayu ini, dirawat dengan baik oleh pemerintah setempat, menjadi simbol perjuangan dan kebanggaan bangsa.
Dinding rumah ini memajang naskah lagu kebangsaan “Indonesia Raya,” mencerminkan semangat perjuangan, keberanian, dan keindahan alam Indonesia. Tiga stanza lagu tersebut menceritakan tentang semangat perjuangan, keberanian, dan keindahan alam Indonesia.
Berikut adalah tiga stanza dari lagu “Indonesia Raya” yang ditulis oleh Soepratman:
Stanza 1:
Indonesia, tanah airku, tanah tumpah darahku
Di sanalah aku berdiri, jadi pandu ibuku
Indonesia, kebangsaanku, bangsa dan tanah airku
Marilah kita berseru, Indonesia bersatu
Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku
Bangsaku, rakyatku, semuanya
Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya
Stanza 2:
Indonesia, tanah yang mulia, tanah kita yang kaya
Di sanalah aku berdiri, untuk selama-lamanya
Indonesia, tanah pusaka, pusaka kita semuanya
Marilah kita mendoa, Indonesia bahagia
Suburlah tanahnya, suburlah jiwanya
Bangsanya, rakyatnya, semuanya
Sadarlah hatinya, sadarlah budinya
Untuk Indonesia Raya
Stanza 3:
Indonesia, tanah yang suci, tanah kita yang sakti
Di sanalah aku berdiri, menjaga ibu sejati
Indonesia, tanah berseri, tanah yang aku sayangi
Marilah kita berjanji, Indonesia abadi
Selamatlah rakyatnya, selamatlah putranya
Pulaunya, lautnya, semuanya
Majulah negerinya, majulah pandunya
Untuk Indonesia Raya
Lagu Indonesia Raya pertama kali dibawakan pada kongres Sumpah Pemuda 2 pada tanggal 28 Oktober 1928, hanya dengan menggunakan instrumen biola. Wage Rudolf Soepratman wafat pada usia 35 tahun pada tanggal 17 Agustus 1938, 7 tahun sebelum Indonesia Merdeka.
Dalam kondisi sakitnya, Soepratman meninggalkan catatan yang mencerminkan keberaniannya dalam perjuangan. Rumah kelahirannya di Purworejo tidak hanya menjadi tempat bersejarah, tetapi juga sebagai pengingat akan pentingnya perjuangan dan semangat cinta tanah air. Mari kita bersama-sama menjaga dan melestarikan warisan ini untuk generasi mendatang. #IndonesiaRaya #SejarahBangsa
Salam literasi sejarah
Salam teraspanturanews.com