0leh : AS Saeful Husna untuk teraspanturanews com Indonesia
Prabu Niwatakawaca dianugerahi kesaktian dan dia tidak akan mati di tangan Dewa dan Raksasa. ‘Mind’, ego yang serakah tidak dapat ditundukkan dengan kelembutan hati nurani dan tidak takut dengan ancaman dari ego individu lainnya. Yang dapat mengalahkannya hanya Arjuna yang suka bertapa dan mempunyai senjata pengendali kehewanan diri yang sakti. Hanya pengendalian diri, kesabaran dan pemahaman tentang sifat kehewanan diri yang dapat mengalahkan ‘mind’, ego yang serakah dan penuh kecongkakan. Sang Niwatakawaca adalah makhluk ‘pashu’, hewan yang ‘pasha’, terikat oleh maya, ilusi dunia. Dalam keangkaramurkaannya ia ingin menghancurkan kahyangan, menundukan Bhatara Indra, Kuasa Kebenaran dan merebut Dewi Suprabha, cahaya ilahi. Rajas, keangkaramurkaan napsu dan tamas, kegelapan batin yang menyelimuti jiwanya selalu gagal dalam memperoleh Suprabha, cahaya ilahi.
Bagaimanapun saktinya, Prabu Niwatakawaca tidak tahan terhadap bujuk rayu Dewi Suprabha, sehingga terpancinglah keluar rahasia kelemahan dirinya yang terdapat di ujung lidahnya. Bagaimana pun cahaya ilahi tetap berusaha untuk mencari kelemahan ‘mind’, ego yang serakah. Dan akhirnya ketahuan juga bahwa kelemahan Raksasa ‘Mind’ Niwatakawaca adalah di ujung lidahnya.
Rasa makanan sudah terbentuk di lidah. Lidah yang hanya selalu makan yang enak saja, akan sulit menerima rasa makanan yang kurang enak. Keterikatan paling nyata bagi manusia dewasa adalah selera makanan. Orang dewasa yang terbiasa makan nasi gudeg yang manis akan sulit menerima masakan India yang penuh rempah-rempah. Lain halnya dengan anak kecil yang keterikatannya terhadap pola tertentu belum addiktif. Kenikmatan berbicara memutar lidah, yang ditandai dengan respeknya orang terhadap pembicaraan kita membuat kita addiktif, kecanduan. Untuk menarik orang tak jarang kita mulai menambah-nambah bumbu terhadap fakta, yang tanpa kita sadari menjadi kebiasaan bahkan karakter kita. Kesadaran tentang keterikatan lidah, bisa berkembang menjadi keterikatan duniawi lainnya.
Dengan bantuan Dewi Suprabha, maka Arjuna dapat mengetahui kelemahan Prabu Niwatakawaca yaitu dilidahnya. Dalam perang tanding, Arjuna sengaja jatuh berguling-guling yang membuat Prabu Niwatakawaca tertawa terbahak-bahak. Pada waktu kegirangan tersebut, lidahnya nampak dan segera dieksekusi dengan anak panah oleh Arjuna.
Selanjutnya, Arjuna kembali ke kahyangan untuk merayakan kemenangannya melawan Prabu Niwatakawaca. Arjuna menerima karunia untuk melaksanakan wiwaha, pernikahan dengan ketujuh bidadari termasuk Dewi Suprabha. Setelah berada di kahyangan selama tujuh purnama, kembalilah Arjuna ke alam Marcapada untuk berkumpul dengan saudara-saudaranya dengan rasa penuh percaya diri untuk menghadapi resiko perang bharatayuda di kemudian hari.
Itibar dan pelajaran apa yang bisa kita dapat dari kisah ini ….??
Gonjang- ganjing negeri ini seolah berasa sedang perang dunia Baratayudha antara saudara sekandung setanah & seair, yang seharusnya hidup damai saling memuliakan, namun apa yang terjadi hari ini, ada tokoh pendidikan nasional dikriminalisasi, ada ulama ikhlas berjuang membangun dan mendidik anak bangsanya diperskusi, sementara koruptor manis muka tetapi bersifat seperti babi hutan yang merajalela penuh nafsu kejahatan, para petinggi negeri yang sorak-sorai lupa dengan kaum papa yang menjerit tercekik sistem kehidupan, para pencari keadilan yang ditindas oleh mapia begundal atas pesanan para bintang.
Ketahuilah wahai saudaraku, Panah pasopati akan kembali kepada siapapun penebar ketidak-adilan,, disadari atau tidak, pelan namun pasti ini akan berlaku.
Salam renungan kebangsaan
Salam teras pantura